Senin, 14 Desember 2009

kekeringan n kelaparan

Tips hadapi Kekeringan
Kekeringan (kemarau) dapat timbul karena gejala alam yang terjadi di bumi ini. Kekeringan terjadi karena adanya pergantian musim. Pergantian musim merupakan dampak dari iklim. Pergantian musim dibedakan oleh banyaknya curah hujan. Pengetahuan tentang musim bermanfaat bagi para petani untuk menentukan waktu tanam dan panen dari hasil pertanian.

Pada musim kemarau, sungai akan mengalami kekeringan. Pada saat kekeringan, sungai dan waduk tidak dapat berfungsi dengan baik. Akibatnya sawah-sawah yang menggunakan sistem pengairan dari air hujan juga mengalami kekeringan. Sawah yang kering tidak dapat menghasilkan panen. Selain itu, pasokan air bersih juga berkurang. Air yang dibutuhkan sehari-hari menjadi langka keberadaannya.Kekeringan pada suatu kawasan merupakan suatu kondisi yang umumnya mengganggu keseimbangan makhluk hidup.
Klasifikasi kekeringan yang terjadi secara alamiah atau ulah manusia :
1. Kekeringan Alamiah
• Kekeringan Meteorologis berkaitan dengan tingkat curah hujan di bawah normal dalam satu musim. Pengukuran kekeringan meteorologis merupakan indikasi pertama adanya kekeringan.
• Kekeringan Hidrologis berkaitan dengan kekurangan pasokan air permukaan dan air tanah. Kekeringan ini diukur berdasarkan elevasi muka air sungai, waduk, danau dan elevasi muka air tanah. Ada tenggang waktu mulai berkurangnya hujan sampai menurunnya elevasi muka air sungai, waduk, danau dan elevasi muka air tanah. Kekeringan hidrologis bukan merupakan indikasi awal adanya kekeringan.
• Kekeringan Pertanian berhubungan dengan kekurangan lengas tanah (kandungan air dalam tanah) sehingga tidak mampu memenuhi tanaman tertentu pada periode waktu tertentu pada wilayah yang luas. Kekeringan pertanian ini terjadi setelah gejala kekeringan meteorologi.
• Kekeringan Sosial Ekonomi berkaitan dengan kondisi dimana pasokan komoditi ekonomi kurang dari kebutuhan normal akibat terjadinya kekeringan meteorologi, hidrologi, dan pertanian.
2. Kekeringan Antropogenik.
• Kekeringan yang disebabkan karena ketidak-taatan pada aturan terjadi karena:
• Kebutuhan air lebih besar dari pasokan yang direncanakan akibat ketidak taatan pengguna terhadap pola tanam/pola penggunaan air.
• Kerusakan kawasan tangkapan air, sumber-sumber air akibat perbuatan manusia.
Penyebab Kekeringan
Dari data historis, kekeringan di Indonesia sangat berkaitan erat dengan fenomena ENSO (El-Nino Southern Oscillation). Pengamatan dari tahun 1844, dari 43 kejadian kekeringan di Indonesia, hanya enam kejadian yang tidak berkaitan dengan kejadian El-Nino. Namun demikian dampak kejadian El-Nino terhadap keragaman hujan di Indonesia beragam menurut lokasi. Pengaruh El-Nino kuat pada wilayah yang pengaruh sistem monsoon kuat, lemah pada wilayah yang pengaruh sistem equatorial kuat, dan tidak jelas pada wilayah yang pengaruh lokal kuat.

Pengaruh El-Nino pada keragaman hujan memiliki beberapa pola :
• Akhir musim kemarau mundur dari normal
• Awal masuk musim hujan mundur dari normal
• Curah hujan musim kemarau turun tajam dibanding normal
• Deret hari kering semakin panjang, khususnya di daerah Indonesia bagian timur

Kajian Indikator Kekeringan
a. Kajian Alamiah :
Kekeringan meteorologis/klimatologis. Intensitas kekeringan menurut definisi meteorologis adalah sebagai berikut :
• Kering (curah hujan di bawah normal) : apabila curah hujan antara 70% - 85% dari normal.
• Sangat Kering (curah hujan jauh di bawah normal) : apabila curah hujan 50% - 70% dari normal
• Amat sangat kering (curah hujan amat jauh di bawah normal) : apabila curah hujan < 50% dari normal
Kekeringan hidrologis. Intensitas kekeringan menurut definisi hidrologis adalah sebagai berikut :
• Kering : apabila debit air sungai mencapai periode ulang aliran periode 5 tahunan
• Sangat Kering : apabila debit air sungai mencapai periode ulang aliran jauh di bawah periode 25 tahunan
• Amat sangat kering : apabila debit air sungai mencapai periode ulang aliran amat jauh di bawah periode 50 tahunan
Kekeringan pertanian. Intensitas kekeringan menurut definisi pertanian dinilai berdasarkan prosentase luas daun yang kering untuk tanaman padi :
• Kering (terkena ringan s/d sedang ) : apabila ¼ daun kering dimulai pada bagian ujung daun.
• Sangat kering (terkena berat) : apabila ¼ -2/3 daun kering dimulai pada bagian ujung daun.
• Amat sangat kering (Puso) : Apabila semua bagian daun kering.

b. Kajian Antropogenik, Intensitas kekeringan akibat ulah manusia terjadi apabila :

* Rawan : apabila tingkat penutupan tajuk (crown cover) 40% - 50%
* Sangat rawan : apabila tingkat penutupan tajuk (crown cover) 20% - 40%
* Amat sangat rawan : apabila tingkat penutupan tajuk (crown cover) di DAS < 20%

1. Kondisi kekeringan dapat ditinjau dari berbagai segi, diantaranya:
• Kekeringan meteorologis (meteorological drought)
• Kekeringan pertanian (agricultural drought)
• Kekeringan hidrologis (hydrological drought)
• Kekeringan sosial – ekonomi (socio – economic drought)

2. Gejala Terjadinya Kekeringan
• Kekeringan berkaitan dengan menurunnya tingkat curah hujan di bawah normal dalam satu musim. Pengukuran kekeringan meteorologis merupakan indikasi pertama adanya kekeringan.
• Tahap kekeringan selanjutnya adalah terjadinya kekurangan pasokan air permukaan dan air tanah. Kekeringan ini diukur berdasarkan elevasi muka air sungai, waduk, danau dan elevasi muka air tanah. Ada tenggang waktu mulai berkurangnya hujan sampai menurunnya elevasi muka air sungai, waduk, danau dan elevasi muka air tanah. Kekeringan hidrologis bukan merupakan indikasi awal adanya kekeringan.
• Kekeringan pada lahan pertanian ditandai dengan kekurangan lengas tanah (kandungan air dalam tanah) sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan tanaman tertentu pada phase tertentu pada wilayah yang luas yang menyebabkan tanaman menjadi rusak/mengering .

3. Beberapa cara untuk mengantisipasi kekeringan, diantaranya:
• Membuat waduk (dam) yang berfungsi sebagai persediaan air di musim kemarau. Selain itu waduk dapat mencegah terjadinya banjir pada musim hujan,
• Membuat hujan buatan untuk daerah-daerah yang sangat kering,
• Reboisasi atau penghijauan kembali daerah-daerah yang sudah gundul agar tanah lebih mudah menyerap air pada musim penghujan dan sebagai penyimpanan cadangan air pada musim kemarau, melakukan diversifikasi dalam bercocok tanam bagi para petani, misalnya mengganti tanaman padi dengan tanaman palawija pada saat musim kemarau tiba karena palawija dapat cepat dipanen serta tidak membutuhkan banyak air untuk pertumbuhannya.
• Penyusunan peraturan pemerintah tentang pengaturan sistem pengiriman data iklim dari daerah ke pusat pengolahan data.
• Penyusunan PERDA untuk menetapkan skala prioritas penggunaan air dengan memperhatikan historical right dan azas keadilan.
• Pembentukan pokja dan posko kekeringan pada tingkat pusat dan daerah.
• Penyediaan sarana komunikasi khusus antar Pokja / Posko Daerah dan Pokja / Posko Pusat.
• Penyediaan anggaran khusus untuk pengembangan / perbaikan jaringan pengamatan iklim pada daerah-daerah rawan kekeringan.
• Penyiapan dana, sarana dan prasarana (termasuk sistem distribusinya) untuk pelaksanaan program antisipatif dan mitigasi dampak kekeringan yang tidak terikat dengan sistem tahun anggaran sehingga langkah operasional dapat dilakukan tepat waktu.
• Penyusunan sistem penilaian wilayah rawan dan potensi dampak kekeringan yang terkomputerisasi sampai tingkat desa.
• Penyusunan peta rawan kekeringan di Indonesia.
• Penentuan teknologi antisipatif (pembuatan embung, teknologi pemanenan hujan, penyesuaian pola tanam dan teknologi budidaya dll) dan sistem pengiliran air irigasi yang disesuaikan dengan hasil prakiraan iklim.
• Peningkatan kemampuan tenaga lokal dalam melokalisasikan prakiraan iklim yang bersifat global.
• Pengembangan sistem reward dan punishment bagi masyarakat yang melakukan upaya konservasi dan rehabilitasi sumberdaya air dan lahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar